Friday 31 October 2014

Naik Gunung dan Naik Haji

Naik Gunung dan Naik Haji
sebuah renungan penulis

Mungkin Newton bila pada saat itu konteksnya adalah pembawa ajaran atau risalah tuhan, jadilah ia nabi. Teorinya tentang aksi-reaksi yang menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah suatu keseimbangan terbukti sudah di mana-mana. Ketika ada aksi terjadi pada suatu benda, keseimbangan selalu terjadi dengan adanya reaksi dari benda tersebut. Alamiah, natural, sunnatullah. Namun, Newton memang mungkin ditakdirkan bukan untuk menjadi nabi.
Orang-orang Indonesia yang mayoritas muslim selalu memercayai bahwa naik haji adalah suatu ritual sakral puncak rukun Islam. Hampir seluruh muslim Indonesia bercita-cita naik haji untuk menyempurnakan ibadah mereka. Frasa naik haji seakan menjadi tangga, di mana manusia melangkah untuk mencapai derajat spiritual yang “naik” atau lebih tinggi dari sebelumnya. Namun, sebagaimana dikemukakan di awal tulisan ini, teori Newton tentang keseimbangan (aksi-reaksi) selalu terjadi. Barang kali tidak semua orang Islam menyadari bahwa naik haji itu pekerjaan “naik” yang harus diseimbangkan dengan pekerjaan “turun”.
Apa yang dimaksud  dengan pekerjaan “turun” tersebut? Yaitu pekerjaan menurunkan atau merendahkan segala hal yang bersifat duniawi. Dalam perjalanannya mencapai kenaikan derajat spiritual, muslim yang melakukan ibadah naik haji harus menyeimbangkan kenaikan itu dengan merendahkan hatinya, merendahkan nafsunya, merendahkan segala kuasanya, untuk bisa dekat pada yang Maha Tinggi. Newton menjelaskan bahwa reaksi terjadi sebagai peristiwa alamiah oleh adanya aksi. Peristiwa alamiah ini adalah suatu kesempurnaan yang telah ditetapkan Allah sehingga menjadi sunnah-Nya (sunnatullah) karena semua yang hasil karya-Nya adalah kesempurnaan. Meskipun teorisasi Newton mungkin sebatas pada perkara fisik, tetapi maknanya bisa cukup kuat untuk menjangkau hal-hal nonfisik. Gambaran jangkauan teori Newton itu bisa dijelaskan dengan konsep haji mabrur. Orang-orang yang melakukan ibadah naik haji selalu mengimpikan bagaimana hajinya mabrur. Mabrur itu sendiri ditandai dengan adanya peningkatan ibadah daripada sebelumnya. Peningkatan ibadah ini sendiri menjadi suatu yang sempurna, sebagaimana sunnatullah, bila dibarengi keseimbangan merendahnya hati serta merendahnya nafsu duniawi.
Lantas, apa hubungannya dengan naik gunung? Naik gunung pun adalah sesuatu pekerjaan “naik”. Hal yang menjadi inspirasi penulis adalah bahwa naik gunung tidak sekadar pekerjaan melalui jalan terjal, membuka semak belukar, atau menikmati pemandangan alam. Ada faktor nonfisik yang mesti diperhatikan oleh para pendaki gunung, seperti harus menjaga sikap dan tutur kata saat melakukan pendakian. Secara tidak langsung, peraturan ini merupakan manifestasi dari teori Newton atau keseimbangan atau sunnatullah di mana ketika melakukan pekerjaan “naik” gunung, pendaki tidak boleh ikut bertingkah atau bertutur kata tinggi/sombong. Terjadilah reaksi “turun” ketika pendaki memberikan aksi “naik” gunung di situ. Naik gunung mengajarkan pendaki bahwa mereka sangat kecil saat menghadapi alam ciptaan-Nya sebesar gunung, setinggi gunung. Meskipun kemudian mampu menaklukkan gunung, mencapai puncaknya, mereka dapat melihat bahwa mereka tidak lebih dari segelintir debu dari cahaya mentari yang sangat indah dan hamparan alam luas yang antah-berantah. Pencapaian ketinggian gunung pun menjadi seimbang dengan perendahan hati, pengakuan kecil, pengakuan lemah manusia di hadapan ciptaan-Nya, apa lagi kelak di hadapan-Nya.

Katakanlah, salah besar bila naik gunung itu untuk mencari hiburan terlebih hura-hura. Naik gunung adalah ritual di mana manusia bisa menyatu dengan alam, mendengarkan suara angin, menjadi bisu dan terpejam bahwa Allah membisikkan sesuatu di telinganya, “Rendah hatilah”.

Quotes Film X-Men Days of Future Past (2014)

"Kalian ciptakan senjata ini untuk menghancurkan kami. Kenapa? Karena kalian takut pada anugerah kami. Karena kami berbeda. Manusia selalu takut pada hal yang berbeda."
(Magneto)

Thursday 30 October 2014

Quotes Film Automata (2014)

Di film ini, ada dialog yang menarik dari seorang manusia dan sebuah robot. Penulis rasa, percakapan ini adalah quotes terbaik minggu ini.


Robot: “Bertahan hidup tidaklah relevan. Hidup adalah: Kami ingin hidup.”

Jack Vauqan (manusia): “Hidup adalah: selalu berakhir menemukan jalan.”

Wednesday 29 October 2014

Quotes dari Biografi Driyarkara

Quotes Driyarkara dalam "Driyarkara Si Jenthu, Napak Tilas Filsuf Pendidik (1913 - 1967)"


“Saya percaya kepada semboyan neng – ning – nung – nang! Barangsiapa meneng, akan menjadi hening, dari hening orang menjadi hanung, dan dengan hanung kita menjadi menang.”

“Kekuatan Anda tidak bersumber dari kemampuan menulis, melainkan pada kemampuan memimpin – janganlah mencari pada sumber lainnya. Lewat kesederhanaan Anda (yang masih harus dikembangkan lebih lanjut) dan keterbukaan hati Anda, Anda akan mudah berhubungan dengan jiwa yang satu ke jiwa yang lain. Pada kontak dengan satu jiwa itu, di situlah sumber kekuatan Anda.”

“Mati sajroning urip, urip sajroning palastra. Muji ing Gusti”

“Kritik tetap harus berdasarkan rasio dan lawannya harus juga melawan dengan rasio, bukan dengan kekuatan fisik. Salah, kritik yang tidak dikendalikan lagi, tapi salah pula dan adalah kontra-demokrasi jika kritik dibungkam. Rias demokrasi adalah alam dialog, wawan rembug yang dijalankan dengan rasio. Yang perlu dipahami bersama ialah bahwa demonstrasi dan mogok mempunyai tempat dalam alam demokrasi.”


“Hidup itu suatu kegembiraan yang besar… Setiap kehidupan adalah gerak ke arah Tuhan.”

Tuesday 28 October 2014

Cuplikan Cerita Ramayana (sebuah perspektif dari Sujiwotejo dalam World of Wayang Kompas TV)



Cerita ramayana: sebuah mahakarya yang melegenda ribuan tahun lamanya. Dengan cara penyajiannya, Sujiwo Tejo mampu membangkitkan lagi kerinduan penonton pada kuatnya makna puisi dan jiwa.

Rahwana meyakini bahwa Sinta adalah cintanya. Namun, Sinta telah bertemu Rama dan menjadi istrinya. Rahwana yang cintanya begitu agung menculik Sinta dan menjadikannya sebagai tawanan. Perang pun berkecamuk di antara Rahwana dan Rama. Sinta menyiapkan keris untuk bunuh diri bila sampai disentuh Rahwana, tetapi Rahwana lalu meyakinkannya, "Sinta, tak usah kau sentuh keris itu karena aku hanya akan menyentuhmu bila kau sudah mencintaiku." 

Sekian lama berperang, prajurit dan rakyat Rahwana seluruhnya mati. Dalam kesempatan terakhir, sebelum Rahwana melawan jutaan bala tentara Rama, ia berpamitan pada Sinta. Sinta pun memelas.
Sinta: "Rahwana, minta maaflah pada suamiku tak usah kau berperang karena suamiku adalah sang pemaaf."

Rahwana: Hei Sinta, tidak ada yang salah di dalam cinta. Aku memang salah di dalam sosial, salah di dalam tatanan, karena itulah aku mnta maaf pada suamimu, tetapi bukan minta maaf karena aku mencintaimu. Aku minta maaf karena menculikmu dengan perang.

Sinta: Tapi kau hanya sendiri, prajurit dan rakyatmu sudah mati. Kau bisa mati. Sudahlah kau hentikan perang.

Rahwana: Hei Sinta, dengan segala hormat, prajurit-prajuritku sudah mati, rakyatku sudah mati, kini kau memintaku menghentikan perang, lantas raja macam apa aku?

Rahwana pun pergi ke medan perang, tapi Sinta memegang pundaknya. Rahwana dgn mukanya pun menoleh dan bertanya, "Apakah ini pertanda kau sdh mencintaiku?"

Sinta hanya terdiam dan menitikkan air mata.

Rahwanan pergi berperang dan gugur sebagai kusuma atas cintanya.

Rahwana hanya berucap, "Tuhan, jika cintaku terlarang, mengapa kau bangun megah perasaan ini di dalam sukma."


....Gugur bunga gugur ke samudera

....Gugur cinta ke lautan rindu

Monday 27 October 2014

TAMU

Hai cinta kemarilah
Mampirlah dulu di hatiku
Duduklah terlebih dahulu
Cicipi apa yang kusajikan

Hai cinta bersabarlah
Ngobrollah dahulu denganku
Akan kuceritakan padamu
Sesuatu yang sungguh menarik

Hai cinta mengertilah
Hatiku sudah cukup lelah
Sekarang ajari aku
Berbagai ilmu dan jurusmu

Hai cinta terima kasih
Kau sudah mampir di lubuk hati ini
Mengajariku berbagai pengalaman

Lain kali datanglah lagi