Sunday 22 May 2016

Kawanku Melamar Seorang Gadis

Sepanjang hari, fajar menyeruak di ufuk timur mengawal datangnya hari yang baru. Adakah posisi bumi terhadap matahari sang pembawa fajar meleset dari orbitnya hingga tadi pagi atau kemarin fajar terbit dari ufuk barat? Adakah semua ini berjalan secara kebetulan? Foto diambil di Sebuku, Nunukan, Kalimantan Utara. Foto oleh Soni Mijaya.

Kemarin siang, seorang kawan dekat dengan usia terpaut dua tahun lebih tua melamar seorang gadis Jogja. Ah, aku kenal mereka berdua hampir dua tahun terakhir ini. Sungguh, tak kusangka kalau mereka sedekat itu dan berakhir dengan lamaran dan pernikahan. Tak banyak pertemuan yang kusaksikan karena kawanku kutahu betul, ia tinggal satu atap bahkan satu kamar denganku. Tak pernah juga kudengar cerita-cerita tentang sang gadis. Bahkan, yang sering kudengar adalah kisah gadis yang lain beberapa bulan sebelumnya (sebelum aku pergi ke Kalimantan). Sungguh, tak kusangka.

Melewati perjalanan selama satu jam pada Jumat siang yang cerah, mobil membawa rombongan kami menuju Kulonprogo, rumah sang gadis, dari jalan Ringroad barat menuju jalan Wates – Purworejo. Sekitar setengah jam melintas di jalan utama, mobil masuk ke dalam jalan kecil yang ternyata cukup dalam dan bertebaran hutan di kanan kirinya selama setengah jam berikutnya. Begitu dalam, begitu pelosok rumah sang gadis, pikirku. Namun, hal ini justru menimbulkan gairah ilham di alam pikiranku.

Kawanku, Bayu Sutrisno namanya, seorang Jawa yang tampan menurut pandangan umum. Ia berasal dari Bojonegoro, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang kurang lebih mirip keadaannya dengan Kulonprogo. Ia berasal dari kampung yang dalam, penuh dengan hutan dan tambang-tambang tradisional peninggalan zaman kolonial. Meskipun aku belum pernah ke rumahnya, tapi berdasarkan cerita kawan yang lain, pelosok juga keberadaanya.

Di dalam jiwa dan pikiranku akhirnya semakin menguat kesimpulan-kesimpulan ini. Siapa kita yang sanggup melawan perasaan di dalam sukma terhadap seseorang? Siapa kita yang manusia kecil di antara semesta yang luas ini mampu menyangka bertemu jodoh dari kampung nan jauh di sana dengan kampung nun jauh pula di sini? Siapa kita yang akhirnya hanya mampu tersenyum dan semakin yakin bahwa pertemuan ini telah diatur, telah dirancang, dan telah ditentukan kapan dan bagaimananya? Siapa kita, kalau bukan hanya seorang hamba yang berada di bawah kehendak-Nya.

Akhirnya, proses lamaran berjalan dengan lancar. Lamaran telah diterima. Dua keluarga telah dipertemukan. Sepasang kekasih telah bertukar senyuman. Doa-doa telah diucapkan. Tanggal pernikahan pula telah ditetapkan. Dari persaksian ini, aku banyak belajar. Kupikir, sebenarnya anugerah Tuhan yang bernama cinta itu adalah suci. Hanya, tinggal bagaimana manusianya yang menuntun anugerah itu ke arah mana. Dan Bayu sudah menunjukkan padaku mewahnya kesucian itu dalam cara yang mulia.


Sepanjang perjalanan pulang, tampak olehku mentari sore tampak bulat penuh bersarang di atas bukit Menoreh. Lamat-lamat dalam hati aku menginsyafi bahwa sampai saat ini, anugerah Tuhan yang suci itu belum kuperlakukan seharusnya. Entah, mungkin masih panjangkah perjalanan hidup ini atau kah memang belum saatnya kudapati keyakinan. Aku berserah.

No comments:

Post a Comment