Lilin-lilin peneman makan malam di sebuah kafe di sudut Ciputat, Tangerang Selatan. Foto oleh: Soni Mijaya
Lama sudah aku tidak menulis. Akhirnya kulakukan lagi aktivitas yang kusukai tetapi selalu berat untuk dimulai ini. Selalu saja segala seuatu itu membutuhkan momentum, entah, seperti tulisan ini yang telah mendapatkan momentumnya, kupikir. Atau adakah sesuatu yang terjadi tanpa momentum? Barang kali kau tahu, maka aku perlu mengerti.
Hampir satu tahun ini, telah terjadi dalam kehidupanku yang
semakin rumit dan tidak membahagiakan – yang kumaksud adalah tidak
membahagiakan seperti halnya hidupku saat-saat TK dan SD – momen-momen yang
kuyakini tak dapat kulupakan selama perjalanan hidupku selanjutnya, tentunya
asalkan aku tidak mendapat serangan amnesia berat.
Dalam taraf ini, aku akhirnya mengalami lagi hal yang secara
mudah kusebut sebagai “loncatan hidup”. Ya, loncatan kusebut. Karena ada
perpindahan dari suatu posisi ke posisi lain yang lebih jauh/tinggi. Posisi ini
bagiku adalah hal yang sangat universal. Seperti kata capaian yang bisa
digandengkan menjadi frasa capaian intelektual, capaian tenaga, dan capaian
jaringan, atau bahkan lebih absurd
lagi seperti capaian kedewasaan, beitulah posisi ini kutempatkan. Pada intinya,
posisi ini berpindah. Seperti tanjakan, posisi ini justru cenderung menuju arah
yang lebih tinggi dan kompleks, terjal dan lebih berat.
Loncatan ini mirip dengan saat hijrahku dari bangku SMA ke
bangku kuliah, dari ruang kelas ke sekretariat, dari firman Tuhan ke pemikiran
ilmuan, dari teori buku ke realitas sosial, dan dari domain ke domain yang
lainnya. Aku yakin kau pun mengalaminya, menerima dan memaknai
loncatan-loncatan itu dengan bentuk, cara, dan hasil yang berbeda. Kadang ada romantika
yang berdrama, kadang pula tak sedikit dialektika yang berdialog di sana.
Aku atau kau menjadi orang yang bertemu dengan, menemukan, berpisah,
meninggalkan, ditinggalkan, berbicara, mendengarkan, terhegemoni, memengaruhi, dan
seterusnya. Semuanya dibungkus oleh package
bernama waktu, dan waktu itu semua telah sepakat: tak terasa cepat berlalu. Dan
yang menurutku paling istimewa adalah bukan aku atau kau yang menjadi seperti
apa setelah melalui suatu dimensi waktu, tetapi bertemu dengan mereka,
orang-orang itu yang hendak kuceritakan dan layak dikisahkan apa adanya di
halaman-halaman selanjutnya.
Maka dalam kesempatan ini, kucoba menampilkan kembali hasil
rekaman yang berserakan di lembar-lembar buku saku dalam loncatan hidup
setahunan ini. Kuharap, untuk tahun-tahun berikutnya pun semoga aku sanggup
untuk istiqomah merekam pelajaran-pelajaran
berharga bertemu dengan mereka. Bukan untuk apa-apa, aku cukup senang jika
hidangan ini menjadi salah satu menu dari kudapan yang biasanya sehari-hari kau
cemili, habiskan, atau hanya dipandangi
saja saat diet, ketika kau di kamar, kantor, warung, kafe, atau di mana pun. Terlebih
senang lagi jika ada satu dua recehan kecil yang bisa kau ambil dari sini dan
kau simpan baik-baik di saku yang kemudian bisa kau berikan pada pengamen,
tukang parkir, atau celengan kaleng.
Terakhir, kuucapkan terima kasih sedalamnya pada kau yang membuka
toples kudapan ini dan perlahan mengunyah renyah satu per satu isinya.
Semoga kau berkenan berdengar.
No comments:
Post a Comment