Thursday 12 May 2016

Yang Sempat Mati Suri

Lilin-lilin peneman makan malam di sebuah kafe di sudut Ciputat, Tangerang Selatan. Foto oleh: Soni Mijaya

Lama sudah aku tidak menulis. Akhirnya kulakukan lagi aktivitas yang kusukai tetapi selalu berat untuk dimulai ini. Selalu saja segala seuatu itu membutuhkan momentum, entah, seperti tulisan ini yang telah mendapatkan momentumnya, kupikir. Atau adakah sesuatu yang terjadi tanpa momentum? Barang kali kau tahu, maka aku perlu mengerti.

Hampir satu tahun ini, telah terjadi dalam kehidupanku yang semakin rumit dan tidak membahagiakan – yang kumaksud adalah tidak membahagiakan seperti halnya hidupku saat-saat TK dan SD – momen-momen yang kuyakini tak dapat kulupakan selama perjalanan hidupku selanjutnya, tentunya asalkan aku tidak mendapat serangan amnesia berat.

Dalam taraf ini, aku akhirnya mengalami lagi hal yang secara mudah kusebut sebagai “loncatan hidup”. Ya, loncatan kusebut. Karena ada perpindahan dari suatu posisi ke posisi lain yang lebih jauh/tinggi. Posisi ini bagiku adalah hal yang sangat universal. Seperti kata capaian yang bisa digandengkan menjadi frasa capaian intelektual, capaian tenaga, dan capaian jaringan, atau bahkan lebih absurd lagi seperti capaian kedewasaan, beitulah posisi ini kutempatkan. Pada intinya, posisi ini berpindah. Seperti tanjakan, posisi ini justru cenderung menuju arah yang lebih tinggi dan kompleks, terjal dan lebih berat.

Loncatan ini mirip dengan saat hijrahku dari bangku SMA ke bangku kuliah, dari ruang kelas ke sekretariat, dari firman Tuhan ke pemikiran ilmuan, dari teori buku ke realitas sosial, dan dari domain ke domain yang lainnya. Aku yakin kau pun mengalaminya, menerima dan memaknai loncatan-loncatan itu dengan bentuk, cara, dan hasil yang berbeda. Kadang ada romantika yang berdrama, kadang pula tak sedikit dialektika yang berdialog di sana.

Aku atau kau menjadi orang yang bertemu dengan, menemukan, berpisah, meninggalkan, ditinggalkan, berbicara, mendengarkan, terhegemoni, memengaruhi, dan seterusnya. Semuanya dibungkus oleh package bernama waktu, dan waktu itu semua telah sepakat: tak terasa cepat berlalu. Dan yang menurutku paling istimewa adalah bukan aku atau kau yang menjadi seperti apa setelah melalui suatu dimensi waktu, tetapi bertemu dengan mereka, orang-orang itu yang hendak kuceritakan dan layak dikisahkan apa adanya di halaman-halaman selanjutnya.

Maka dalam kesempatan ini, kucoba menampilkan kembali hasil rekaman yang berserakan di lembar-lembar buku saku dalam loncatan hidup setahunan ini. Kuharap, untuk tahun-tahun berikutnya pun semoga aku sanggup untuk istiqomah merekam pelajaran-pelajaran berharga bertemu dengan mereka. Bukan untuk apa-apa, aku cukup senang jika hidangan ini menjadi salah satu menu dari kudapan yang biasanya sehari-hari kau cemili, habiskan, atau hanya dipandangi saja saat diet, ketika kau di kamar, kantor, warung, kafe, atau di mana pun. Terlebih senang lagi jika ada satu dua recehan kecil yang bisa kau ambil dari sini dan kau simpan baik-baik di saku yang kemudian bisa kau berikan pada pengamen, tukang parkir, atau celengan kaleng.

Terakhir, kuucapkan terima kasih sedalamnya pada kau yang membuka toples kudapan ini dan perlahan mengunyah renyah satu per satu isinya.


Semoga kau berkenan berdengar.

No comments:

Post a Comment